hendi belajar
14 Jun 2015

Hitunglah sebelum dihitung amal perbuatanmu. Renungan

Author: aulia.adi.h | Filed under: Pengetahuan Agama

Muhasabah diri

Muhasabah berasal dari akar kata hasiba yahsabu hisab, yang artinya secara etimologis adalah melakukan perhitungan. Dalam terminologi syari, makna definisi pengertian muhasabah adalah sebuah upaya evaluasi diri terhadap kebaikan dan keburukan dalam semua aspeknya.

Baik hal tersebut adalah bersifat vertikal, hubungan manusia hamba dengan Allah. Maupun secara hubungan horisontal, yaitu hubungan manusia dengan sesama manusia yang lainnya dalam kehidupan sosial.

Ia merupakan salah satu sarana yang dapat mengantarkan manusia mencapai tingkat kesempurnaan sebagai hamba Allah SWT.

Allah berfirman dalam surat Al-hasyr ayat 18

يَا أَيُّهَاالَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖوَاتَّقُوااللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS.Al-Hasyr (59):18).

Dalam hadist Nabi bersabda:

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ ، أَنَّهُ قَالَ فِي خُطْبَتِهِ(حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا وَزِنُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْل أَنْ تُوزَنُوا ، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ ، يَوْمَ تُعْرَضُونَ لاَ تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَة)

Umar bin Khattaab Radhiallahu ‘anhu berkata didalam khutbahnya: “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab (di hari kiamat), dan timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang (di hari kiamat), Diriwayatkan dari Umar bin Khatab ra beliau berkata, ‘hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kaliau untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab dirinya di dunia’.

Dan diriwayatkan juga dari Maimun bin Mihran bahwa ia berkata, seoarng hamba tidak dikatakan bertakwa hingga ia menghisab dirinya sebagaimana dihisabnya pengikutnya dari mana makanan dan pakaiannya.

Urgensi Muhasabah

Imam Turmudzi setelah meriwayatkan hadits diatas, juga meriwayatkan ungkapan Umar bin Khatab dan juga ungkapan Maimun bin Mihran mengenai urgensi dari muhasabah, yaitu :

  1. Mengenai muhasabah, Umar ra mengemukakan: ‘Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kaliau untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab (evaluasi) dirinya di dunia.

Sebagai sahabat yang dikenal ‘kritis’ dan visioner, Umar memahami benar urgensi dari evaluasi ini. Pada kalimat terakhir pada ungkapan di atas, Umar mengatakan bahwa orang yang biasa mengevaluasi dirinya akan meringankan hisabnya di yaumul akhir kelak. Umar faham bahwa setiap insan akan dihisab, maka iapun memerintahkan agar kita menghisab diri kita sebelum mendapatkan hisab dari Allah SWT.

  1. Sementara Maimun bin Mihran ra mengatakan: ‘Seorang hamba tidak diakatan bertakwa hingga ia menghisab dirinya sebagaimana dihisabnya pengikutnya dari mana makanan dan pakaiannya’.

Maimun bin Mihran merupakan seorang tabiin yang cukup masyhur. Beliau wafat pada tahun 117 H. Beliaupun sangat memahami urgensi muhasabah, sehingga beliau mengaitkan muhasabah dengan ketakwaan. Seseorang tidak dikatakan bertakwa, hingga menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri. Karena beliau melihat salah satu ciri orang yang bertakwa adalah orang yang senantiasa mengevaluasi amal-amalnya. Dan orang yang bertakwa, pastilah memiliki visi, yaitu untuk mendapatkan ridha Ilahi.

  1. Urgensi lain dari muhasabah adalah karena setiap orang kelak pada hari akhir akan datang menghadap Allah SWT dengan kondisi sendiri-sendiri untuk mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya. Allah SWT menjelaskan dalam Al-Qur’an : “Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” (QS. Maryam/ 19 : 95)

وَكُلُّهُمْ آَتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا

Setiap manusia akan dimintai pertanggung jawaban atas segala amal perbuatan yang telah dilakukannya secara sendiri-sendiri. Dan seringkali manusia melupakan hal ini, sementara semakin hari semakin dekat antara dirinya dengan hisab tersebut. Allah SWT berfirman : “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).” (QS. Al-Anbiya’/ 21 : 1).

اقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ مُعْرِضُونَ

Terdapat beberapa aspek yang perlu dimuhasabahi oleh setiap muslim, agar ia menjadi orang yang pandai & sukses ( الكيس ) sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW dalam hadits di atas, diantaranya yaitu :

 

Aspek-Aspek Yang Perlu Dimuhasabahi

Terdapat beberapa aspek yang perlu dimuhasabahi oleh setiap muslim, agar ia
menjadi orang yang pandai dan sukses.

1.Aspek Ibadah

Pertama kali yang harus dievaluasi setiap muslim adalah aspek ibadah. Karena
ibadah merupakan tujuan utama diciptakannya manusia di muka bumi ini. [QS.
Adz-Dzaariyaat (51): 56]

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

  1. Aspek Pekerjaan & Perolehan Rizki

Aspek kedua ini sering kali dianggap remeh, atau bahkan ditinggalkan dan ditakpedulikan oleh kebanyakan kaum muslimin. Karena sebagian menganggap bahwa aspek ini adalah urusan duniawi yang tidak memberikan pengaruh pada aspek ukhrawinya. Sementara dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda:

Dari Ibnu Mas”ud ra dari Nabi Muhammad saw. bahwa beliau bersabda, “Tidak akan bergerak tapak kaki ibnu Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang 5 perkara; umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya, kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia memperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, dan ilmunya sejauh mana pengamalannya.” (HR. Turmudzi)

 لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ: عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَ أَفْنَاهُ, وَعَنْ عِلْمِهِ مَا فَعَلَ بِهِ, وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ أَنْفَقَهُ, وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ أَبْلاَهُ.

3.Aspek Kehidupan Sosial Keislaman

Aspek yang tidak kalah penting untuk dievaluasi adalah aspek kehidupan sosial, dalam artian hubungan muamalah, akhlak dan adab dengan sesama manusia. Karena kenyataannya aspek ini juga sangat penting, sebagaimana yang digambarkan Rasulullah saw. dalam sebuah hadits:

Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?” Sahabat menjawab, “Orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki perhiasan.” Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun ia juga datang dengan membawa (dosa) menuduh, mencela, memakan harta orang lain, memukul (mengintimidasi) orang lain. Maka orang-orang tersebut diberikan pahala kebaikan-kebaikan dirinya. Hingga manakala pahala kebaikannya telah habis, sebelum tertunaikan kewajibannya, diambillah dosa-dosa mereka dan dicampakkan pada dirinya, lalu dia pun dicampakkan ke dalam api neraka. (HR. Muslim)
أتدرون ما المفلس؟ قالوا: المفلس فينا من لا درهم له ولا متاع. فقال: إن المفلس من أمتي يأتي يوم القيامة بصلاة وصيام وزكاة، ويأتي قد شتم هذا وقذف هذا وأكل مال هذا وسفك دم هذا وضرب هذا، فيعطى هذا من حسناته وهذا من حسناته. فإن فنيت حسناته قبل أن يقضى ما عليه، أخذ من خطاياهم فطرحت عليه ثم طرح في النار

 

Melalaikan aspek ini, dapat menjadi orang yang muflis sebagaimana digambarkan Rasulullah saw. dalam hadits di atas. Datang ke akhirat dengan membawa pahala amal ibadah yang begitu banyak, namun bersamaan dengan itu, ia juga datang ke akhirat dengan membawa dosa yang terkait dengan interaksinya yang negatif terhadap orang lain; mencaci, mencela, menuduh, memfitnah, memakan
harta tetangganya, mengintimidasi dsb. Sehingga pahala kebaikannya habis untuk menutupi keburukannya. Bahkan karena kebaikannya tidak cukup untuk menutupi keburukannya tersebut, maka dosa-dosa orang-orang yang dizaliminya tersebut dicampakkan pada dirinya. Hingga jadilah ia tidak memiliki apa-apa, selain hanya dosa dan dosa, akibat tidak memperhatikan aspek ini. Na”udzubillah min dzalik.

 

  1. Aspek Dakwah

Aspek ini sesungguhnya sangat luas untuk dibicarakan. Karena menyangkut dakwah dalam segala aspek; sosial, politik, ekonomi, dan juga substansi dari da”wah itu sendiri mengajak orang pada kebersihan jiwa, akhlaqul karimah, memakmurkan masjid, menyempurnakan ibadah, mengklimakskan kepasrahan abadi pada ilahi, banyak istighfar dan taubat dsb.

Tetapi yang cukup urgens dan sangat substansial pada evaluasi aspek dakwah ini yang perlu dievaluasi adalah, sudah sejauh mana pihak lain baik dalam skala fardi maupun jama”i, merasakan manisnya dan manfaat dari dakwah yang telah sekian lama dilakukan? Jangan sampai sebuah “jamaah” dakwah kehilangan pekerjaannya yang sangat substansial, yaitu dakwah itu sendiri.

Evaluasi pada bidang dakwah ini jika dijabarkan, juga akan menjadi lebih luas. Seperti evaluasi dakwah dalam bidang tarbiyah dan kaderisasi, evaluasi dakwah dalam bidang dakwah “ammah, evaluasi dakwah dalam bidang siyasi, evaluasi dakwah dalam bidang iqtishadi, dsb?

Pada intinya, dakwah harus dievaluasi, agar harakah dakwah tidak hanya menjadi simbol yang substansinya telah beralih pada sektor lain yang jauh dari nilai-nilai dakwah itu sendiri. Mudah – mudahan ayat ini menjadi bahan evaluasi bagi dakwah yang sama-sama kita lakukan: Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”.
[QS. Yusuf (12): 108]

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ

Tags: , ,

Leave a Reply